By: Daffa Mizhan

Teknologi berkembang sangat pesat pada saat ini. Setiap tahun perusahaan ponsel berlomba-lomba mengeluarkan ponsel baru mereka dengan keunggulannya masing-masing. Namun, edukasi serta kesadaran akan beretiket dalam menggunakan terutama bersosialisasi di media sosial masih sangat kurang dan rendah. Masih ada beberapa orang yang menganggap bahwa media sosial adalah tempat bebas, sebebas bebasnya tanpa ada halangan atau peraturan yang mengikat. Tak banyak orang yang sadar akan hal itu. Kebiasaan-kebiasaan negatif yang sering kita lakukan cepat atau lambat akan berdampak pada diri kita dan orang disekitar kita. Mereka akan merasakan dampak yang negatif pula atau perilaku disruptif. Perilaku ini dapat membuat diri kita jatuh ke dalam lubang kesengsaraan.

 

Kelas sebagaimana umumnya pada pagi hari menyanyikan lagu Indonesia Raya dan melakukan doa bersama sebelum memulai kegiatan belajar. Namun, pada pagi yang cerah tersebut, tidak seperti hari-hari biasanya. Kelas 12 B disambut oleh wali kelas mereka dengan mempersilahkan seorang siswi yang nampak asing untuk duduk disebelah Azizah, karena itu satu satunya tempat duduk yang masih kosong di kelas tersebut. Mereka kedatangan seorang siswi pindahan dari kota besar. Namanya Nindy, seorang siswa metropolitan dan logat yang kental sebagai  anak kota. Dia pindah ke SMA tersebut karena mengikuti pekerjaan ayahnya yang memang berpindah-pindah. Anak-anak kelas 12 B mulai menyukai dan menerima Nindy menjadi bagian dari mereka. Nindy adalah anak yang asik dalam bergaul, menawan, aktif dan supel serta mudah bersahabat dengan siapapun. Bisa dibilang dia cukup berprestasi di kelasnya. Nindy langsung menduduki urutan lima besar di  kelasnya. Keadaan kelas menjadi lebih ceria dan bersemangat sejak kehadiran Nindy menjadi bagian dari mereka.

 

Sebagai salah satu siswi yang berprestasi di kelasnya Nindy menjadi bintang dengan segala prestasi yang didapatnya. Nindy juga menjadi murid kebanggaan wali kelasnya. Nindy banyak membantu teman-temannya yang kesulitan dalam memahami pelajaran di sekolah. Ia dengan senang hati belajar bersama untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir sekolah yang biasanya disebut UAS. Bagi teman-teman Nindy momen UAS sebagai ajang pembuktian prestasi. Mereka pun sangat serius dan antusias dalam menghadapi momen UAS kali ini. Mulai dari belajar bersama, bimbingan belajar di luar sekolah hingga belajar sampai larut malam demi mengejar mata pelajaran yang tertinggal. Tak terkecuali Nindy pun belajar dengan keras agar dapat mempertahankan posisinya sebagai siswi terbaik lima besar di kelasnya. Selesai sekolah ia langsung belajar kembali di dalam kamarnya, setelah itu ia melanjutkan dengan belajar bimbingan dengan seorang guru pada malam harinya. Situasi sebelum UAS adalah situasi paling menegangkan yang dialami oleh siswa sekolah tempat Nindy belajar. Ditambah lagi rumor yang beredar bahwa beberapa guru mata pelajaran meningkatkan tingkat kesulitan soal dari UAS sebelumnya.

 

Hari H UAS pun tiba, semua orang merasa gugup dan tampak cemas akan hasil yang mereka dapatkan nantinya. Termasuk dengan Nindy yang tampak cemas pucat menghadapi UAS kali ini. Setelah enam hari menjalani UAS, Nindy tampak gembira karena bisa mengerjakan soal dengan lancar tanpa kendala. Tepat di hari terakhir ujian, kala itu Nindy yang duduk di bangku belakang sedang serius mengerjakan ujian UAS-nya. Tanpa sengaja, ia melihat ke dalam laci meja ujian Azizah, teman sebangkunya. Ia melihat sebuah buku di dalam laci meja Azizah. Pikiran Nindy langsung mengarah kepada hal-hal yang negatif terhadap Azizah tanpa menanyakan apapun tentang buku yang ada di dalam laci itu. Nindy pun merasa curiga dan menduga duga bahwa Azizah sedang menyontek pada waktu itu. Hingga tiba saatnya pengumuman peringkat kelas dan pembagian rapot. Setelah diumumkan, peringkat Nindy berada di bawah peringkat Azizah. Dugaan Nindy semakin kuat bahwa Azizah menyontek demi bisa mendapatkan peringkat di atasnya. Pikiran negatif sudah membutakan pandangan Nindy serta emosi yang sudah kepalang naik pitam tidak dapat dibendungnya.

 

Sore harinya, setelah sepulang sekolah dan pengumuman hasil peringkat, Nindy mengeluarkan handphonenya dan mulai curhat di media sosial miliknya dengan cara menyindir Azizah secara tidak langsung melalui curhatannya. Namun, entah Azizah yang tidak merespon isi tulisan curhatan Nindy di sosial media atau Azizah yang memang tidak membuka sosial medianya. Sadar bahwa tulisannya tidak ada yang menggubris, Nindy datang ke sekolah keesokan harinya dengan muka merah dan pikiran yang sudah kalap. Ia mendatangi bangku Azizah dan tiba-tiba menggebrak meja, memecah kesunyian pagi hari di kelas. Sontak Azizah kaget dan menatap Nindy penuh keheranan. Nindy pun langsung meluapkan amarahnya mulai dari menuduh yang tidak-tidak, menjelek-jelekan hingga memberi kata-kata kasar kepada Azizah. Kelas yang awalnya tenang berubah menjadi kacau, teman-teman kelas berusaha melerai kedua nya. Guru yang sedang lewat di depan kelas pun turut membantu menenangkan mereka. Ketika kelas sudah menjadi kondusif dan mereka berdua sudah mulai tenang, guru BK pun datang dan berusaha menengahi mereka berdua di ruangan BK.

 

Memasuki ruang BK, Nindy dan Azizah duduk bersebelahan didampingi wali kelas mereka. Wali kelas Nindy bertanya pada keduanya, “kenapa pagi-pagi begini bisa marah marah?”. Nindy mulai menceritakan apa yang dilihatnya ketika ujian hari terakhir dan menuduh Azizah mencontek dalam ujian untuk mendapatkan peringkat di atas Nindy. Seketika itu, Azizah membantah semua tuduhan yang dilontarkan oleh Nindy dan menuduh kembali Nindy menjelek-jelekannya di sosial media miliknya. Seketika hal itu membuat ruangan BK menjadi riuh kembali. Wali kelas berusaha menengahi perdebatan yang kembali terjadi. Wali kelas pun berinisiatif kembali ke kelas untuk mengecek meja ujian Azizah kala itu untuk mencari buku yang dimaksud oleh Nindy. Ketika mengecek di laci meja, benar bahwa buku yang dimaksud Nindy masih ada di laci yang sama. Seketika Nindy merasa puas dan senang bahwa dugaannya selama ini benar. Namun setelah wali kelas mengamati lebih seksama buku tersebut ternyata bukanlah miliki Azizah sendiri namun milik salah satu teman kelasnya yang tertinggal di laci pada saat sehari sebelum ujian berlangsung dan juga yang paling memalukan adalah buku catatan tersebut masih baru dan tidak ada tulisan satupun di dalamnya. Seketika itu muka Nindy memerah pucat dan perasaan malu serta bersalah mulai menghantui dirinya.

 

Kembalinya dari ruang kelas, Nindy menangis tersedu-sedu akan perbuatan apa yang telah diperbuat dirinya kepada teman sebangkunya Azizah di ruang BK. Wali kelas mereka berusaha menengah kembali dengan menyimpulkan bahwa semua ini hanya persepsi belaka dan dugaan yang tidak mendasar sama sekali. Azizah yang kini menjadi korban dari perbuatan Nindy masih belum puas menerima perkataan kasar dan tidak pantas yang dikeluarkan Nindy pagi hari tadi. Dengan air mata yang tersedu sedu, Nindy memohon maaf atas apa yang telah diperbuat olehnya kepada Azizah. Ia mengaku bahwa ini sepenuhnya adalah salah dirinya karena sudah menuduh, menjelaskan dan mencaci maki Azizah di depan teman-teman kelasnya. Walaupun sudah meminta maaf, namun masih ada perasaan mengganjal dalam hati Azizah yang belum bisa menerima kenyataan atas apa sudah terjadi pagi tadi. Sebagai bentuk hukuman atas apa yang telah dilakukan oleh Nindy, wali kelas pun memberikan hukuman skors satu hari penuh kepada Nindy. Wali kelas juga berpesan bahwa waktu skors tersebut dapat digunakan untuk merefleksikan diri akan perbuatan yang telah dilakukan oleh Nindy.

 

Menjadi sebuah pelajaran yang berharga bagi Nindy untuk tidak langsung menduga dan menuduh seseorang secara objektif tanpa validasi terlebih dahulu. Perlunya pengendalian emosi dalam menghadapi suatu peristiwa atau kejadian. Perilaku-perilaku yang tidak terkontrol sehingga menimbulkan dampak negatif bagi orang orang disekitarnya dapat dikategorikan sebagai perilaku merusak atau destruktif. Tindakan-tindakan negatif individu dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman bagi orang lain hingga dapat merugikan secara fisik maupun materil. Nindy perlu untuk belajar mengendalikan sikap, pikiran, ucapan terutama emosi yang mengambil alih tindakannya menjadi perbuatan yang merugikan sahabatnya. Tidak hanya orang lain yang merugi namun Nindy sendiri pun dapat merugi karena citra yang sudah dibangun sebagai siswa berprestasi luntur begitu saja. Teman temannya pun kurang dalam menghargai Nindy setelah kejadian tersebut.

Categories: Cerpen

2 Comments

Hilda · June 14, 2021 at 6:02 pm

Kereeeenn

    ukesma · July 8, 2021 at 2:30 pm

    terima kasih kak

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.